Pertambangan nikel telah melebar dan tiba di Kepulauan Raja Ampat untuk ikut memasok permintaan pasar dunia akan baterai Kendaraan Listrik – namun, masyarakat adat khawatir akan bencana yang akan menimpa rumah mereka serta ekosistemnya.
Lindert mengambang di permukaan jernih, menatap cakrawala biru di bawahnya. Lalu badannya menunduk ke arah bawah, tombak menjulur ke depan dan kaki mengayun mendorongnya maju; sendal siripnya bak cahaya putih melintas di kedalaman lautan.
Lindert Mabrasar, seorang penyelam dan nelayan, melakukan hal ini berulang-ulang. Satu jam setelah dia turun ke kedalaman laut, satu ekor, dan kemudian dua ekor ikan ia bawa ke permukaan dengan ujung tombaknya. Di atas perahu, rekannya membantu untuk memasukkan tangkapan ke kotak penyimpanan. Ikan-ikan yang mereka bawa hari itu sudah cukup untuk santap malamnya.

Lindert Mambrasar menyelam di lepas Pantai Manyaifun, Februari 2025. Global Witness
Di sini, dekat dengan pesisir pulau Manyaifun, serta pulau tetangga, Batang Pele, Kepulauan Raja Ampat, Papua, air laut kian bersih dan ikan mudah didapatkan. Terumbu Karang yang asri di sini telah mendapat julukan sebagai “mahkota” dari Segitiga Koral – julukan yang ditetapkan oleh kalangan ilmuan terhadap sebuah area laut di Asia Tenggara di mana ekosistem lautnya merupakan yang terkaya di dunia.
Arus yang kuat dan Angin Pasat dari penghujung Samudra Hindia menjadi unsur utama yang menopang ekosistem di tempat ini yang meliputi Ikan Pari Manta, Penyu Hijau, Penyu Sisik, Dugong, Lumba-Lumba, Hiu dan beraneka ragam ikan terumbu karang yang keanekaragamannya melebihi tempat lain di dunia.
Raja Ampat terbentang dengan luas sekitar 4.6 Juta Hektar. Wilayah ini telah mendapatkan status ‘Geopark dari UNESCO pada tahun 2023 sebagai bentuk pengakuan akan budaya dan geologinya yang unik. Ada sebuah jaringan wilayah perairan dilindungi dengan luas lebih dari 2 Juta Hektar di perairan Raja Ampat. Citra Raja Ampat menjadi riasan dalam pecahan fisik mata uang Rupiah dengan nilai tertinggi yang beredar saat ini, yakni pecahan standar Seratus Ribu Rupiah.

Tambang Nikel Hadir di Papua
Nikel adalah jenis mineral yang dianggap penting untuk “Ekonomi Hijau”, yakni sebagai komponen kunci untuk baterai Kendaraan Listrik (EV). Indonesia memiliki Cadangan nikel terbesar di dunia. Perusahaan raksasa internasional, seperti Ford, Volkswagen dan Tesla mendapatkan pasokan nikel dari Indonesia.
Meskipun pertambangan berskala industrialis telah ada di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an, sejauh ini hanya ada 3 pulau di Raja Ampat yang menjadi daerah aktivitas tambang untuk deposit nikel: Gag, Manuram dan Kawe.
Kegiatan pertambangan di daerah-daerah ini sempat putus-sambung selama beberapa dekade, dan mereka memicu kontroversi karena dampak mereka terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
Setelah ada tekanan yang luar biasa dari khalayak, pada tanggal 10 Juni 2025, pemerintah Indonesia mencabut izin untuk empat dari lima perusahaan tambang yang beroperasi di kepulauan tersebut. Pelaku kampanye lokal mengatakan bahwa mereka akan tetap memberikan tekanan. Mereka mengatakan bahwa ini bukan tindakan pengukuhan yang utuh – dan pertambangan di pulau-pulau kecil masih terjadi di tempat-tempat lain di Indonesia yang mana hal tersebut jelas melanggar Undang-Undang.
Sedang ada ekspansi besar-besaran di Raja Ampat. Menurut analisis citra satelit oleh Auriga Nusantara, sebuah NGO lingkungan dari Indonesia, luas tanah yang digunakan untuk kegiatan tambang bertambah sebanyak 500 hektar dari tahun 2024 hingga 2024. Taraf ekspansi ini kurang lebih adalah lima kali lipat dari perluasan yang terjadi di rentang lima tahun sebelumnya.

Linder memegang sebuah serpihan nikel. Ini adalah satu dari banyak yang bisa ditemukan di pantai yang sakral bagi masyarakat, Februari 2025. Global Witness
Lindert dan penduduk lain dari satu-satunya desa di Manyaifun menjelaskan bagaimana pada bulan Oktober 2024, ada sebuah tim survei yang datang ke pulau mereka tanpa kabar. Tim tersebut menyewa jasa beberapa pemuda lokal untuk mengakses belantara di bukit-bukit yang ada di kedua pulau. Tim survei ini menetap selama satu bulan, tapi apa yang tim ini temukan tidak pernah disampaikan kepada siapa pun yang Lindert kenal.
Kamu kemudian menemukan bahwa sebuah izin tambang telah diterbitkan oleh Gubernur pada tahun 2013 yang mana menurut sumber kami, hal ini dilakukan tanpa melalui konsultasi dengan masyarakat; dan izin ini telah dorman sejak terbitnya hingga saat ini. Lalu, Bulan Februari 2025, sebelum tim investigasi Global Witness berkunjung, sebuah satuan tim sempat datang ke desa menggunakan speedboat; Lindert dan penduduk desa lainnya yang hadir pada saat kami berkunjung percaya bahwa tim ini adalah utusan dari PT Raymond Mulia Perkasa, perusahaan yang memiliki izin di wilayah itu.
Lindert percaya bahwa sebagian besar warga di Manyaifun menentang pertambangan. Namun, Ia mengatakan bahwa perusahaan telah mengidentifikasi beberapa orang yang mendukung pertambangan dan mengadakan pertemuan tertutup dengan mereka. Mereka yang menghadiri pertemuan tersebut kemudian tidak memberitahu hasilnya ke masyarakat luas.
Beberapa minggu setelah pertemuan tertutup tersebut, Global Witness diberitahu bahwa sebagian hutan di Batang Pele telah ditebang dan dua gedung berpasak kayu didirikan di Lokasi tersebut. Masyarakat percaya ini adalah markas untuk eksplorasi nikel yang dibangun untuk tujuan mencari nikel di bawah pohon-pohon.
Pada waktu yang berdekatan, ada izin tambang baru yang terbit di situs MINERBA resmi milik Pemerintah Indonesia, ditetapkan untuk Pulau Waigeo – Pulau tempat tinggal untuk burung-burung surga yang langka. Izin ini meliputi wilayah yang hampir 10 kali luas dari Central Park di New York.

Burung Surga Wilson, hanya ditemukan di dua tempat di dunia, keduanya di Raja Ampat. Michael Nolan / Robert Harding / Getty Images
Dengan makin mencekamnya ketakutan yang dirasakan masyarakat, mereka mulai lantang berbicara. Mereka bergantung pada laut untuk mencari ikan, pada keindahan kepulauan ini untuk menarik turis, dan pada alam yang asri untuk makanan dan air bersih.
Lindert mengatakan bahwa ada dua mata air di dalam wilayah konsesi tambang. Ia mengutarakan bahwa bila tambang masuk ke wilayah tersebut, maka yang akan tersisa dari mata air tersebut hanyalah air mata mereka.
Belahan Barat Papua adalah wilayah yang dulunya merupakan koloni Belanda yang kemudian dimasukkan ke dalam wilayah NKRI melalui referendum pada tahun 1969. Proses ini menuai kontra hingga saat ini karena dianggap tidak representatif. Masih ada Gerakan oleh masyarakat asli Papua yang memandang pengambilan suara tersebut sebagai tidak sah. Tambang-tambang emas dan tembaga terbesar ditemukan di pulau ini; aktivis dan beberapa ahli percaya hal inilah yang membuat pemerintah Indonesia kekeh mempertahankan Papua untuk menjadi bagian dari NKRI.
Ada sekitar 70.000 jiwa yang hidup di Raja Ampat, dan ada sekitar satu lusin dialek berbeda yang digunakan untuk bercakap sehari-hari di antara mereka. Masyarakat di sini hidup bergantung pada laut, sebagian besar adalah pelaut dan pedagang.
Pemandu perahu membawa kami ke sebuah Pantai yang dianggap sakral oleh masyarakat Manyaifun – orang-orang di perahu menjadi tak bersuara. Mereka percaya roh dari nenek moyang mereka menetap di sebuah formasi cincin batu di dalam hutan ini, di atas bukit. Lindert kemudian menunduk mencari-cari sesuatu di antara pohon di tepi air, dan akhirnya dia mengangkat sebuah serpihan batu dari tanah yang dia cari… .
“Nikel”, Ia berkata sembari mengangkat serpihan batu tersebut. “Kalau perusahaan datang, situs sakral ini akan hilang. Hanya menjadi kenangan.”

Lindert Mambrasar dan Max Binur, aktivis dari Belantara Papua, melakukan survei pada bukit-bukit Manyaifun yang kayak akan nikel di Manyaifun dan Batang Pele, yang sekarang terancam kehadiran tambang nikel, Februari 2025. Global Witness
“Demam Nikel”
Pada tahun 2023 Indonesia memproduksi lebih dari setengah (52%) nikel yang ditambang di dunia.
Nikel memang sudah merupakan komponen penting dalam menciptakan logam campuran seperti baja. Lalu, setelah permintaan untuk Kendaraan Listrik melonjak, IEA memprediksi bahwa Indonesia akan memasok dua pertiga nikel dunia pada tahun 2030.
Pemerintah pusat di Jakarta telah memutuskan bahwa nikel adalah kunci untuk meningkatkan ekonomi, dan berkenaan dengan hal tersebut, diadakanlah deregulasi, insentif pajak dan dukungan politik kepada perusahaan tambang dan manufaktur Kendaraan Listrik.
Dengan menerapkan larangan ekspor nikel mentah pada tahun 2020 dan mengharuskan produsen untuk memurnikannya di Indonesia sebelum dibawa ke luar negeri, maka terbentuklah sebuah industri ekstraksi dan pengolahan yang kompleks.
Taman-taman Industri memiliki stasiun tenaga batu bara mereka sendiri yang menjadi sumber energi untuk mengoperasikan smelter dan pengolahan yang menghasilkan produk nikel, dari logam kasar dan stainless steel hingga nikel kualitas tertinggi untuk membuat Baterai yang diperlukan dalam pasar Kendaraan Listrik. Suntikan uang senilai puluhan miliar Dolar Amerika telah diterima Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja untuk ratusan ribu jiwa; Tiongkok memiliki porsi yang besar dalam penanaman modal ini.
Hingga baru-baru ini, industri nikel lebih banyak berfokus di kepulauan Maluku, yang terkadang dikenal sebagai “Pulau Rempah” karena berlimpahnya cengkeh dan pala. Begitu pula dengan pulau Sulawesi.
Setelah rusak/hancurnya desa-desa serta daerah-daerah pesisir dan hutan hujan di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, tambang-tambang raksasa digali dan Taman-Taman Industri mulai dibangun sepanjang sabuk nikel Tambang-tambang nikel ini memasok kepada pabrik-pabrik baja dan kepada pabrik-pabrik baterai yang dimiliki oleh pemasok-pemasok besar pasar Kendaraan Listrik seperti CATL, GEM milik Tiongkok dan firma MILIK Korea, LG Chem. Selain itu, mereka juga memasok pada perusahaan-perusahaan pengolah yang memasok perusahaan-perusahaan pelaku manufaktur baterai Kendaraan Listrik.
Nikel-nikel yang diambil dari Indonesia pada akhirnya menjadi komponen pada kendaraan Listrik yang dibuat oleh pemain-pemain terbesar dalam industri tersebut, yang kemudian dijual-belikan dan digunakan di penjuru dunia.

Indonesia memproduksi lebih dari setengah nikel dunia pada tahun 2023; komoditi yang penting bagi produksi Kendaraan Listrik. Koiguo / Getty Images
Pelanggaran Hak Tanah dan “Bencana Ekologi”
Tren ekspansi ini telah memicu konflik yang sengit dengan masyarakat yang memiliki tanah di dalam zona-zona eksplorasi. Bukti-bukti akan pelanggaran hak-hak tenurial dan polusi yang mengancam perikanan kian menumpuk.
Menurut organisasi lingkungan, Mighty Earth lebih dari 75.000 hektar hutan telah digunduli untuk tambang nikel di Indonesia. Lebih dari setengah juta hutan yang masih ada berada di dalam konsesi nikel.
Investigasi terbaru oleh Gecko Project bersama mitra-mitra mereka berujung pada tertuduhnya sebuah sebuah perusahaan tambang besar Indonesia atas pencemaran sumber air masyarakat di sebuah pulau yang mana pencemaran ini telah terjadi melampaui satu dekade; dan penyebabnya adalah kegiatan tambang nikel perusahaan tersebut. Nikel diketahui bersifat karsinogenik. Harita Nickel sempat mengarahkan Global Witness ke pernyataan yang mereka publikasikan di laman web milik mereka, di mana mereka mengatakan bahwa mereka akan terus memperbaiki kinerja mereka terkait lingkungan dan sosial.
Smelter yang digunakan untuk mengolah nikel menggunakan bahan bakar Batu Bara dalam jumlah yang banyak, dan hal ini membuat emisi karbon Indonesia kian tinggi. Sudah terjadi kasus-kasus di mana pekerja tewas di smelter dan orang-orang kehilangan nyawa karena hancurnya bendungan limbah.
Ada Undang-Undang melarang kegiatan tambang di pulau-pulau kecil seperti di Raja Ampat, tapi hal tersebut belum dihentikan sepenuhnya.

Bukit-bukit Batu Kapur di Wayag, episentrum pariwisata, tidak jauh dari situs tambang di Kawe. Global Witness
Geologi Indonesia memungkinkan terbentuknya deposit benih laterit, yang mana hal ini ditemukan di area yang lebih luas dan lebih dekat ke permukaan tanah daripada deposit nikel sulfida seperti di tempat-tempat lain di dunia seperti di Rusia, Kanada dan AS. Nikel-nikel yang diambil dari wilayah ini kualitasnya lebih rendah. Akan dibutuhkan banyak energi untuk mengolahnya menjadi bahan kualitas tinggi yang layak digunakan dalam produksi baterai. Cara paling efisien untuk menambang nikel-nikel ini adalah dengan strip mining atau juga disebut Tambang Lubang Terbuka.
Di tempat-tempat yang beriklim tropis, biasanya kegiatan ini berujung pada penggundulan hutan hujan dengan ekskavator dan gergaji mesin; lalu dilakukan pengerukan tanah permukaan yang kemudian dibawa ke dalam truk untuk ditampung di dalam lubang di suatu tempat. Di iklim tropis yang panas dan lembap, tanah kerukan bisa menjadi sedimen yang hanyut ke sungai dan lautan, dan hal ini berujung pada masalah polusi, longsor dan banjir.

Truk dan alat berat untuk menggali terlihat cilik dalam citra tangkapan tambang terbuka di Pulau Gag, Desember 2024. Auriga Nusantara / Global Witness
Ahli Biologi Maritim, Dr. Phillip Dustan, telah mempelajari terumbu karang sejak 1970-an, termasuk Raja Ampat. Ia mengatakan hal ini pada Global Witness: “Ketika Anda menambang nikel dan mengeruk tanah permukaan, seluruh rangkaian alam berdarah. Tidak hanya sedimen yang bocor, tapi juga unsur hara yang ada dalam biomassa… Sedimen mengotori tanah, sementara unsur hara memberi makan organisme yang pertumbuhannya menjadi lebih cepat daripada koral, dan akhirnya bisa mengalahkan koral. Ini bencana ekologi.”
Penelitian menunjukkan bahwa limbah pesisir adalah polutan yang paling merusak bagi terumbu karang.
Kami sempat menemui seseorang yang datang ke tempat ini 30 tahun silam dan memutuskan tinggal di sini. Ia dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai “pelopor” penyelaman di Raja Ampat, Max Ammer.
Awalnya datang dengan tujuan untuk mengeksplorasi rongsokan yang karam dari pesawat-pesawat Perang Dunia 2, ia menetap dan bekerja sama dengan masyarakat untuk mendirikan resor penyelaman pertama di wilayah tersebut, serta Pusat Penelitian dan Konservasi Raja Ampat yang bersifat nirlaba.
Dia menyebut ekspansi tambang ke wilayah ini sebagai “ide yang teramat tidak bijak”.
Max adalah seorang pilot yang berpengalaman dan telah bertahun-tahun terbang di atas pulau-pulau Raja Ampat, termasuk Manoram, di mana tambang nikel telah beroperasi selama beberapa dekade. Ia mengatakan bahwa Ia telah melihat “bermil-mil koral tercekik oleh sedimen” yang turun dari pulau Manoram.
"Saya tidak menentang pertambangan – manusia butuh bahan-bahan yang ditambang – tapi saya kontra terhadap pertambangan yang dilakukan dengan sembrono."
la berkata kepada kami. la tidak pernah melihat tambang dikelola dengan layak di Raja Ampat. Secara khusus, Ia sangat khawatir dengan bagaimana benih-benih nikel diambil dari bumi dan disimpan.
“... jika Anda melakukan pertambangan, Anda perlu jarak ratusan meter, atau bahkan berkilo-kilo meter dari tepi pantai.”
Lebih dari setengah terumbu karang di dunia telah hilang selama 70 tahun terakhir karena kegiatan memancing berlebih, perubahan iklim dan beberapa dampak negatif dari pariwisata.
Hampir setengah dari semua koral di dunia ada dalam risiko kepunahan.

Deforestasi dan penyebaran sedimen ke lautan dari pulau Manuram, Raja Ampat. Global Witness, Desember 2024
Ekonomi Pariwisata
Kekhawatiran Max akan lingkungan alami Raja Ampat juga dirasakan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia. Pada tahun 2024, mereka menyatakan perasaan waswas akan potensi dampak dari meningkatnya pertambangan di Raja Ampat kepada kegiatan Pariwisata.
Keanekaragaman hayati yang luar biasa adalah daya tarik bagi banyak wisatawan yang kemudian datang ke Raja Ampat dan menginap di homestay, menjadi tamu yang membayar keluarga dari masyarakat asli daerah tersebut yang menyediakan akomodasi rumah-rumah tradisional; entah itu berupa rumah di daratan atau sebuah bungalow di atas lautan. Homestay seperti ini biasanya berada di Lokasi-lokasi di mana listrik, keran mandi, alkohol dan jalan raya sangat terbatas, dan sinyal seluler juga sangat tersendat-sendat.
Konsep ini sangat penting bagi keluarga-keluarga di pulau ini untuk bisa berdikari atas pendapatan mereka. Hal ini lebih dari sekedar “uang masuk” bagi tuan rumah.
PERJAMPAT mengatakan: “Homestay adalah cara kami untuk mempertahankan tanah kami… kami tidak mau jadi penonton, atau pekerja bagi orang lain.”
Menurut Badan Pusat Statistik, Pada tahun 2024, Raja Ampat menarik lebih dari 33,000 wisatawan.
Namun, dampak dari pariwisata tidak semuanya positif. Dr. Dustan mengatakan bahwa terumbu karang telah rusak karena kontaminasi manusia yang berlebihan. Tapi tetap saja, pertambangan nikel adalah ancaman besar pada apa yang dia sebut sebagai “ekonomi terumbu karang” – Ia mengatakan ini sebagai sebuah peringatan.
“Raja Ampat adalah permata di antara permata”, Ia berkata. “Jangan dihancurkan… Anda tidak akan bisa memiliki terumbu karang bila Anda memperlakukannya seperti ini. Anda tidak akan punya ekonomi.”

Sebuah ‘homestay’ tradisional di desa Manyaifun, Februari 2025. Global Witness
Kekhawatiran Masyarakat Lokal akan “Surga Terakhir” Raja Ampat
Ekonomi Manyaifun bergantung pada lautan. Tebing-tebing tertutup hutan berdempetan dengan laut, mengitari satu-satunya desa di pulau tersebut. Air di lepas pantai berombak-ombak penuh dengan ikan yang melompat ke atas permukaan, dan saat malam, lautan menjadi benderang karena pendar. Setiap hari, para nelayan berangkat sebelum subuh, dan sebelum mereka kembali ke rumah, mereka bertemu pembeli di Sorong yang akan membayar untuk tangkapan mereka.
Sang pembeli membayar Rp40.000,00 untuk 1 Kilogram. Di hari yang baik, para nelayan bisa menangkap hingga 50 kg. Jika cuaca buruk, perahu-perahu tidak bisa berlayar, dan keluarga-keluarga nelayan tidak mendapatkan apa-apa hari itu.
Masyarakat di sini juga hidup dari apa yang mereka tanam. Sagu, Ubi dan Pisang. Sebagian besar keluarga punya kebun kelapa, dan pembeli akan datang dari Halmahera untuk mengambil panen mereka untuk dibuat menjadi minyak kelapa yang diolah menjadi sabun, lulur, dan minyak goreng.
Pariwisata menjadi masukan tambahan. Homestay pertama didirikan 15 tahun lalu, dan sekarang ada 10 yang beroperasi di pulau ini. Wisatawan dari AS, Eropa dan Rusia senantiasa akan berkunjung dan membayar sekitar 40$ semalam.

Sebuah tirai yang dibuat dari materiil lokal di Manyaifun, Februari 2025. Global Witness
Para “Mama” – yakni panggilan akrab untuk perempuan yang mengurus rumah tangga di sini, Mary dan Mina, telah menyiapkan sarapan bagi tamu homestay sejak Jam 04:30. Ruangan sunyi dan gelap, matahari belum terbit. Sebuah kuali besi yang telah menghitam tergantung di atas api. Dengan lihai, mereka menyiapkan Nasi Goreng dan Telur Bumbu Bali.
“Saya berharap sekali bahwa tambang tidak datang ke sini”, kata Mary Mambrasar. “Laut dan karang ini nanti hancur, bingung kita, bagaimana mau hidup?” Dia berbicara sembari menunjuk ke arah pintu belakang yang langsung menghadap sebuah laguna, jarinya menunjuk ke sebuah gunung. “Air itu datang dari gunung. Gunung yang akan pertama hilang.”
Di luar rumah, Elias Mineri, seorang calon Pendeta yang sedang melalui masa pelatihan, duduk di sebuah meja kayu, menghadap lautan. Dia telah tinggal di Minyaifun selama 2 tahun.
Ia lalu memandang ke arah perairan dan berkata...
“Di sini pasirnya putih, air jernih, dan ikan-ikan masih bisa berenang sampai di pasir-pasir sana, bahkan sampai menyentuh kaki kita… Raja Ampat dibilang surga, surga harusnya indah. Bila tidak indah lagi, lalu jadi apa tempat ini?”
"Transisi Energi Palsu"
Indonesia terdiri dari kepulauan, dan menurut Forest Watch International, 99% dari kepulauan tersebut seharusnya termasuk dalam kategori “Pulau Kecil” sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mengatur limitasi pertambangan di pulau-pulau dengan luas wilayah 2.000 km2 atau di bawahnya. MK menegakkan larangan ini pada tahun 2024 meskipun ditantang oleh sebuah perusahaan tambang.
Namun, FWI menemukan bahwa total 245.000 hektar tanah yang berada di dalam pulau serupa telah dialokasikan untuk kegiatan tambang – ini tersebar di 242 pulau.
Di sebuah wawancara di kantornya, di Jakarta, Imam Shofwan dari Jatam mengenakan sebuah baju dengan slogan “Kendaraan Listrikmu Membunuh Warga Lingkar Tambang Nikel.”

Imam Shofwan, dari Jatam, Februari 2025. Global Witness
Mereka bilang ini solusi untuk krisis iklim. Namun di lapangan yang kita lihat malah ini adalah Batu Bara yang baru
“Mereka bilang ini solusi untuk krisis iklim. Namun di lapangan yang kita lihat malah ini adalah Batu Bara yang baru. Mereka menambang menggunakan tambang open pit, dan mereka bergantung pada batu bara dalam jumlah besar dalam proses pembakaran benih-benih logam di dalam smelter… bagi kami, ini transisi energi palsu.”
Mengenai pencabutan izin tambang oleh pemerintah yang terjadi pada Bulan Juni 2025, Imam berkomentar:
“Ini terjadi karena ada tekanan dari publik, bukan karena itikad baik pemerintah.”
Ia mengatakan bahwa ada izin-izin untuk 35 pulau-pulai kecil lainnya di Indonesia.
“Pulau-pulau kecil lain di Sulawesi Tenggara terdampak ileh tambang nikel: Pulau Kabena dan Pulau Wawonii. Di Wawaonii, tambang masih terus beroperasi bahkan serelah masyarakat memenangkan kasus di Mahkamah Agung.”
“Kami menantang pemerintah untuk mencabut semua izin itu, tidak hanya 4 yang di Raja Ampat.”
Selain Taman Industri Weda Bay yang sedang berkembang pesat (IWIP) di Maluku Utara, operasi pengelolaan nikel terbesar lainnya di Indonesia adalah Taman Industri Morowali (IMIP) di Sulawesi Tengah, dan juga di Pulau Obi.
Imam mengatakan bahwa IWIP dan IMIP telah “menghancurkan tanah dan lautan”, dan Ia percaya bahwa Nasib mengerikan ini bisa terulang di Raja Ampat.
Perusahaan-Perusahaan Tambang
Ada lima perusahaan yang memiliki izin di Raja Ampat:
- PT Gag Nikel, yang beroperasi di Pulau Gag
- PT Kawei Sejahtera Mining, yang beroperasi di Pulau Kawe
- PT Anugerah Surya Pratama, yang menjalankan operasi di Manoram
- PT Mulia Raymond Perkasa, yang punya izin di Manyaifun dan Batang Pele
- PT Nurham, yang punya izin baru di Waigeo, diajukan Februari 2025

Tepi yang Melebar
Selang mengelilingi pulau Kawe dengan sebuah Perahu Panjang, kami melihat beberapa kapal penyelam yang berlabuh di sebuah situs terdekat, “Batu Elang”. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa situs ini adalah bagian dari sebuah “superhighway” bagi Pari Manta Terumbu Karang yang sekarang terancam di seluruh dunia.

A Seorang penyelam menonton seekor Pari Manta yang sedang melalui “Jalan Raya Super” yang ditandai Batu Elang. Global Witness
Bukit-bukit Kapur Wayag ada di daerah Barat Daya. Wisatawan berbondong-bondong mendatangi tempat ini untuk melihat puncaknya yang hijau, serta laguna-laguna dan pantai tersembunyi, lanskap yang Max sebut “luar biasa cantik.”
Di Barat pulau Kawe, adalah sebuah pantai terlantar, hutan tak terjamah yang menyelimuti tebing, dan di antaranya dapat terlihat sayup-sayup buih air terjun.
Bila mengikuti pesisir di sebelah Timur, jelas sekali terlihat dampak dari kegiatan pertambangan, puncak sebuah bukit telah dipenggal, dan di sekitarnya ada noda-noda coklat. Pusat dari operasi ini, berfokus pada pinggang Kawe yang ramping, hampir membelah pulau ini menjadi 2.

Terlihat dari atas, area tambang, Desember 2024. Auriga Nusantara / Global Witness
Izin seluas 5.992 Ha (atau 59.92km2) ini lebih luas daripada pulaunya sendiri, meliputi terumbu karang di sekitarnya.
Izin ini dimiliki oleh PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang didirikan oleh tokoh terkemuka dan kontroversial di Papua, Daniel Daat. Dan sepertinya, saat ini yang mengelola perusahaan tersebut adalah anaknya, John. Izin yang berlaku sekarang diberikan pada tahun 2013 dan berlaku hingga 2033, namun pertambangan telah terjadi sejak 2004. Ada laporan tentang konflik antar-perusahaan yang saling memperebutkan hak milik, dan ada sejarah tuduhan-tuduhan korupsi.

Sedimen yang tebal menyelimuti koral dan Mangrove saat pekerjaan awal dilakukan di Kawe pada tahun 2008. Global Witness
Sebelum izinnya dicabut pada Bulan Juni 2025, Pertambangan di Kawe jelas sekali mengalami peningkatan aktivitas.
Pada Bulan Oktober, Gubernur Papua Barat Daya, Mohammad Mus’ad, membawa jurnalis daerah untuk pergi bersamanya mengunjungi tambang di Kawe dan mendiskusikan bagaimana masyarakat lokal bisa dipekerjakan. Ia didampingi Wakil Komandan Angkatan Laut di Raja Ampat, Kolonel Mar David Candra Viasco.
KSM didukung oleh kepentingan-kepentingan kuat. Di antara pihak-pihak tersebut adalah direkturnya sendiri, Wakil Admiral dari Angkatan Laut Indonesia dan mantan Gubernur Papua, Freddy Numberi.
Presiden Direktur KSM, sekaligus seorang pemegang sahamnya, adalah seorang tokoh besar di industri properti Indonesia: Ali Hanafia Lijaya. Laporan-laporan oleh media menghubungkan Lijaya pada pagar laut sepanjang 30km di arah Barat Jakarta, yang dikatakan adalah langkah awal untuk sebuah proyek pembangunan besar.
Skandal ini sekarang sedang diselidiki oleh Polisi dan Lijaya menyangkal keterlibatan apa pun.
Menurut dokumen-dokumen internal perusahaan, benih-benih timah yang ditambang di Kawe akan dibawa ke Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, untuk diolah menjadi nikel yang digunakan dalam industri stainless steel.
Teluk Kawe dulunya adalah tempat memancing yang kaya ikan, tapi testimoni dari warga sekitar mengatakan bahwa ikan-ikan telah tiada.

Sedimen bocor ke terumbu karang sembari nikel diangkut di Teluk Kawe, Desember 2024. Auriga Nusantara / Global Witness
Citra Tangkapan Drone yang didapatkan pada bulan Desember oleh peneliti dari NGO lokal, Auriga Nusantara, bersama Global Witness, menunjukkan bagaimana sedimen menetes dari ponton-ponton baru dengan 2 fasilitas dermaga.
Dokumen internal perusahaan yang bocor mengkonfirmasi bahwa “terminal” ini cukup besar untuk mengakomodasi 2 muatan 10,000 ton, yakni ukuran yang sering digunakan di Indonesia untuk pengantaran jarak pendek di perairan dangkal yang bertujuan mengangkut ke kapal lain yang lebih besar, atau langsung ke pusat pengolahan.
Tambang di Pulau Gag
Pulau Gag terletak hanya beberapa kilometer dari Taman Laut Raja Ampat. Luasnya sekitar 6.000 hektar dan izin tambang yang ada di pulau ini meliputi 13.136 ha; luas izin ini meliputi seluruh pulau dan sampai ke perairan di sekitarnya.
Tambang ini dikelola oleh PT Gag Nikel, sebuah anak perusahaan dari BUMN yang telah didiversifikasi, PT Aneka Tambang.
Jumlah cadangan nikel yang berada di bawah wilayah Hutan Lindung di pulau tersebut diperkirakan sangat besar. Menurut Laporan Tahunan 2024 PT Antam, estimasi nikel yang tersimpan di bawah tanah adalah sebanyak 40 Juta ton bila dihitung kering.
Awalnya tambang ini adalah perwujudan joint-venture antara Aneka Tambang dan BHP Billiton yang mulai beroperasi pada tahun 1998. Mereka berhenti pada tahun 2000 setelah Indonesia menerbitkan Larangan atas Tambang Terbuka di Wilayah Hutan yang termasuk dalam Hutan Lindung, yang mana hutan yang menyelimuti bukit-bukit di Pulau Gag masuk dalam kategori ini.
Setelah adanya tekanan yang luar biasa dari industri, tambang di Pulau Gag dikecualikan dari larangan ini melalui Perintah Presiden 3 tahun setelah larangan tersebut terbit.

Hutan di Pulau Gag adalah berstatus Dilindungi, tapi sebuah pengecualian diberikan untuk kegiatan tambang, Desember 2024. Auriga Nusantara / Global Witness
Namun, setelah bertahun-tahun penundaan dan menghadapi pertentangan dari Gerakan lingkungan dan HAM, BHP Billiton menarik diri pada tahun 2008. PT Gag Nike memulai operasi pada tahun 2018.
Bulan Oktober 2024, melalui Anak Perusahaan mereka: Gag Nikel, PT Antam membeli 30% saham di sebuah Smelter di Weda Bay yang dimiliki oleh PT Jiu Long Metal Industry, anak perusahaan dari perusahaan Tiongkok, Tsingshan Holding Group, produsen nikel terbesar di dunia.
Pada waktu yang berdekatan Greenpeace International memperingatkan bahwa kesepakatan ini akan mempercepat ekstraksi nikel di Pulau Gag.
Tsingshan memproduksi matte nikel berkualitas tinggi –sebuah komponen penting dalam produksi nikel yang layak untuk baterai.
Perusahaan ini memiliki kesepakatan untuk menyediakan matte nikel kepada Perusahaan pembuat bahan baterai, CNGR Advanced Materials, yang mana CNGR sendiri memasok perusahaan Kendaraan Listrik secara global.
Pada Bulan Juni 2025, pemerintah Indonesia mengecualikan PT Gag Nikel dari pencabutan izin-izin tambang.
Mencekik Hutan Mangrove Raja Ampat
Rumitnya ekosistem di Raja Ampat berarti bahwa pentingnya lingkungan bagi masyarakat itu tidak terbatas pada tanah dan air, tapi semua hal yang menjadi unsur lingkungan, sampai ke hutan Mangrove yang mengelilingi tepi pulau.
Hutan Mangrove berguna bagi ekosistem dalam banyak hal, seperti melindungi tanah dari erosi, dan melindungi air laut dari intrusi. Mereka memberi nutrisi pada ikan, dan juga adalah penyerap karbon dioksida yang luar biasa. Namun, menurut Union for the Conservation of Nature, lebih dari setengah ekosistem Mangrove di dunia “terancam musnah”.

Hutan Mangrove yang sehat, dekat dengan Pulau Friwen, Februari 2025. Global Witness
Ada sebuah situs konservasi Mangrove di Raja Ampat di Pulau Friwen, dekat dengan Tanjung Kri. Di sini, seorang ahli biologi maritim paling terkemuka di dunia pernah berhasil mengidentifikasi 374 spesies ikan dalam sekali penyelaman; banyak yang memuji ini sebagai rekor tak resmi.
Sambil duduk bersila di lantai pekarangan depan kantornya, Steve Wawiyai menyebut tempat ini sebagai “base camp” baginya.
Kami sempat mencoba melakukan restorasi Mangrove di Pulau Gag, tapi sedimentasi telah menutupi Mangrove dan Koral – Mangrove tidak bisa hidup bila ada aliran limbah terus menerus.
Pada tahun 2018, Ia mendirikan sebuah organisasi nirlaba Kawan Pesisir Raja Ampat in 2018, yang menggunakan data satelit untuk memetakan hutan Mangrove yang ada di Raja Ampat – termasuk yang telah hilang.
Wawiyai melihat tambang sebagai ancaman besar. "Kami percaya bahwa 60% Mangrove di sekitar Gag dan Kawe sudah hancur."
Sat kami melakukan kunjungan ke Pulau Gag Bulan Juni 2025, Dirjen Minerba dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Tri Winarno, mengatakan bahwa “tidak ada sedimentasi di wilayah tambang.”
Steve mengkritik Pembangunan Jetty di Kaiwei. Ia mengatakan bahwa dulu ada hutan Mangrove di penjuru Teluk, tapi mereka ditebang agar kapal dengan mesin-mesin berat bisa berlabuh.

Loesye Ermy Fainno, Februari 2025. Global Witness
Masyarakat Raja Ampat sangat membutuhkan ikan, dan ikan, butuh Mangrove
Istri Steve, Loesye Ermy Fanimo, membantu dalam percakapan:
“Untuk Mama, hutan Mangrove itu seperti dapur – seperti pergi ke pasar, tapi tanpa perlu uang. Mama-mama punya tanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi keluarga. Hutan Mangrove itu punya semua makanan – kepiting, ikan, ada buah-buahan dari tanaman tertentu. Bagi kami itu kehidupan.”
Ia menggelengkan kepalanya: “Jangan ada tambang… kalau alam ini mati, kami pun ikut mati.”
Selfiana Manggaprouw, seorang pekerja sosial dari Kawan Pesisir Raja Ampat mengatakan, “Bagi kami, Perempuan Papua, kami hidup dengan lautan – dan lautan itu harus kami jaga”,
“Orang-orang sedang tertidur… kami mencoba membantu mereka bangun dan melihat ke masa depan. Mereka harus lekas paham. Kita harus melindungi tanah ini.”
Transisi Energi yang Memakai Tenaga Batu Bara
Selain ekstraksi nikel, pengolahan dan pemurnian nikel juga akan merambat ke Raja Ampat, dengan rencana untuk mengadakan smelter nikel pertama di Papua.
Ada sebuah proyek bernilai 5 Miliar Dolar AS yang ditopang oleh Tiongkok untuk membangun sebuah smelter dan fasilitas manufaktur baja di kota Sorong. PT Sheng Wei New Energy, yang dimiliki oleh Tiongkok, telah berkomitmen untuk membangun smelter ini. Sementara itu, investor lain dari Tiongkok, Beijing Jianlong Heavy Industry Group akan membangun pabrik baja tersebut.
Lahan seluas 500 hektar ini akan berada dalam “Kawasan Ekonomi Khusus Sorong”. Investigator lokal mengatakan bahwa masyarakat sudah mulai melihat iklan lowongan kerja untuk posisi yang terhubung dengan proyek tersebut. .
Ini akan menjadi “sejarah baru” – menurut Stainless-Steel Council of China Iron dan Steel Asscociation.
Organisasi ini, yang merupakan anak dari China Iron and Steel Association, menyatakan demikian dalam laman web mereka: “Kawasan Ekonomi Khusus Sorong akan menggunakan teknologi pengolahan nikel teranyar di dunia – teknologi pembakaran samping yang kaya oksigen (OESBF). Pabrik ini akan memproduksi matte nikel tingkat tinggi, dengan kapasitas yang direncanakan mencapai 160.000 ton… produk-produk pabrik ini rencananya akan diekspor ke Amerika Serikat, Eropa dan pasar-pasar lain.”
Teknologi OESBF yang dikembangkan oleh Tiongkok adalah cara baru untuk mengolah nikel laterit. Fasilitas yang pertama menggunakan teknologi ini ada di IWIP dan teknologi ini dikembangkan oleh CNGR Advanced Material, yang mana telah dalam status operasional sejak 2024. Smelter kedua dibuka di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, dimiliki bersama antara Antam dan CNGR Advanced Material, smelter ini dibuka untuk memasok matte nikel.
Klaim-klaim yang sulit dibuktikan dari hal ini, seperti teknologi mereka yang mutakhir, bahwa mereka menggunakan lebih sedikit dan menghasilkan nikel yang kualitasnya lebih tinggi (matte nikel), tentu membuatnya lebih berharga untuk industri Kendaraan Listrik. Namun proses mereka masih sangat bergantung pada energi Batu Bara.
PT Megapura Prima Industri, sebuah perusahaan Indonesia, punya operasi tambang yang dekat dengan Sorong.

Tumpukan Batu Bara yang menunggu untuk diangkut keluar dari KEK, Februari 2025. Global Witness
Kami berkendara melewati sebuah papan yang bertuliskan “Selamat Datang di Kawasan Ekonomi Khusus Sorong”, di sebelah Timur kota, di sebuah lahan di mana infrastruktur-infrastruktur ini dibangun.
Untuk saat ini, sebagian besar wilayah ini masih ditutupi hutan hijau asri, dengan beberapa ladang pertanian. Semen, sawit dan batu bara sudah ada di sini. Menara-menara pengolah sawit terlihat jelas, dan ada tumpukan batu bara di sebelah jalan yang menunggu untuk diangkut.
Media lokal mengatakan bahwa smelter yang disongsong oleh Tiongkok dan didukung oleh pemerintah daerah Papua Barat Daya ini akan membuka 3000 lapangan pekerjaan.
Pada bulan Mei 2024, media berita lokal menunjukkan ritual jabat tangan antara 3 kepala perusahaan yang membentuk sebuah konsortium untuk memajukan Pembangunan smelter mereka: PT Malamoi Wobok, PT Huahe Management Indo dan PT Sino Consultant Investment Indo.
Sosok kunci dari proyek ini adalah Adriana Imelda Daat, Direktur dari PT Sino Consultant. Berasal dari Papua Barat, Ia adalah putri dari Daniel Daat, pendiri dari PT Kawei Sejahtera Mining yang saat ini memegang konsesi tambang di pulau Kawe.
Di dalam Kawasan Ekonomi Khusus ini, ada sebuah pelabuhan kecil di mana penumpang feri beranjak pergi. Dari dermaga, bisa dilihat kapal kargo yang berlabuh di salah satu dari dua Pelabuhan di Selatan. Menurut sumber informasi lokal, di sinilah kapal yang mengangkut nikel akan datang dan berlayar pergi.

Pemandangan Pelabuhan Selatan KEK, kemungkinan adalah tempat di mana benih nikel diangkut, Februari 2025. Global Witness
Sebuah perusahaan Indonesia, PT Trinitan Green Energy Metals, juga berencana untuk menanam modal di Kawasan Ekonomi Khusus ini. Perusahaan tersebut mengatakan bahwa “situs ini telah diamankan dan mitra-mitra telah dipilih” dalam rangka membangun taman pengolahan nikel baterai yang Bernama IGNITE Ecopark “Nikel Kelas 1 untuk tujuan energi bersih global."
Nikel Kelas 1 memiliki setidaknya taraf kemurnian 99.8%. Perusahaan mengisyaratkan bahwa logam nikel akan didatangkan dari Papua, menyebutkan “+400m ton cadangan nikel di Papua.”
Mereka mengatakan bahwa mereka bertujuan untuk memproduksi 50.000 hingga 100.000 ton nikel Kelas 1 tiap tahunnya.
Meskipun tanah belum digali, perkembangan operasi ini bisa saja sangat cepat. Dengan adanya larangan ekspor nikel mentah, jumlah smelter nikel di Indonesia berubah dari hanya sejumlah kecil pada tahun 2014, menjadi lebih dari 50 di tahun 2024.
Melonjaknya Kargo Nikel
Ada ledakan lalu lintas perkapalan yang terjadi di sekitar 2 Taman Industri berbasis nikel terbesar Indonesia, yakni Weda Bay dan Morowali.
Analisis terbaru oleh C4ADS menunjukkan bahwa jumlah kapal yang berlabuh di area Pelabuhan IWIP per tahunnya meningkat sebanyak 1.620% dalam rentang empat tahun, dihitung sebelum dan sesudah larangan ekspor tahun 2020. Peningkatan ini ada pada angka 163,93%.
Kargo yang Berbahaya
Kargo nikel dianggap sebagai bahaya yang serius oleh Asuransi dalam industri ini. Kargo jenis ini mendapat julukan “kargo paling berbahaya di dunia” karena sifatnya yang dapat berubah dari padat menjadi cair dalam kondisi tertentu. Ini bisa terjadi selama berangsur-angsur saat diangkut, atau bahkan secara tiba-tiba, dan risiko hal ini terjadi meningkat saat musim hujan saat kargo terbuka terekspos hujan.
Sebuah laporan pada tahun 2018 dari Asuransi Maritim asal Norwegia, Skuld, menggarisbawahi mirisnya standar pengangkutan nikel di Indonesia. Mereka mengatakan bahwa obligasi-obligasi dalam pengangkutan “jarang sekali dipatuhi”, dan “sertifikat sering kali dipalsukan”.
Ini bisa berujung pada konsekuensi serius bagi lingkungan. Ketika sebuah angkutan nikel dekat Morowali kandas dan 7.000 ton nikel bocor pada tahun 2021, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat bahwa 2.000m2 koral jadi rusak karenanya.
Kami mendengar bahwa dampak industri pengangkutan nikel di Raja Ampat sudah bisa dirasakan. Kami singgah di kepulauan Fam, yang terdiri dar 4 pulau utama dan beberapa lusin pulau-pulau kecil. Bersender pada sebuah laguna yang teduh, ada 5 bungalow kayu yang berdiri di atas perairan. Ini adalah sebuah homestay untuk 18 orang. Selalu penuh dari Desember ke Februari.
Sekilas, kami seperti berada di dalam dunia lukisan yang sempurna. Namun di bawah teduhnya pohon kelapa, Yahya Saywai, saudara dari pemilik homestay, lalu menunjukkan rute yang diambil kapal-kapal di ponselnya.
Jalur angkutan utama antara Pulau Sorong dan Gag melewati Pulau Penem. Ini berarti suara dan getaran dari kapal-kapal tersebut menerobos ke wilayah ini.
Yahya mengatakan bahwa Ia telah melihat kapal-kapal yang membawa mesin-mesin berat ke tambang di Kawe. Ia mengatakan bahwa mereka mengganggu habitat sekitar, membuat ikan dan lumba-lumba pergi.
“Sangat mengganggu, suara-suara itu menakuti ikan yang ada di sana… mereka harus mencari makan, tapi lalu ada suara kapal besar.”

Yahya Saywai khawatir masa depan Kepulauan Fam, Februari 2025. Global Witness
Seorang lulusan Ilmu Pemerintahan, Yahya pernah hidup jauh dari Fam, di Sorong dan di Pulau Jawa. Turun temurun keluarganya telah lama tinggal di sini. Mereka dulu sering mengorganisir nelayan di wilayah tersebut untuk menangkap ikan dan menjual pada pembeli di Sorong.
Ia mengatakan bahwa sejak kapal-kapal besar lalu Lalang, tangkapan ikan berkurang. Mereka harus memancing lebih jauh, dan itu memakan lebih banyak bahan bakar. “Satu-satunya pilihan adalah untuk menghentikan pertambangan agar kita tidak berada dalam situasi ini”, Ia berkata. “Bila tidak kita tolak sekarang, kita akan hidup dengan dampaknya nanti.”
Yahya menyatakan hal yang sama dengan apa yang kami dengar di pulau-pulau lain. Tidak ada orang dari perusahaan tambang yang datang untuk berbincang dengan masyarakat di pulau-pulau terkait tentang dampak operasi tambang. Ketua Adat dari ketiga pulau kadang bertemu, Yahya mengatakan – dan Ia percaya – bahwa, orang-orang di ketiga pulau akan menolak bila mereka sampai tahu.
Suara yang dihasilkan oleh kapal-kapal ini bisa sangat nyaring
Sophie Nedelec, seorang ahli biologi maritim dari Universitas Exeter, telah mempelajari dampak polusi suara terhadap terumbu karang selama lebih dari 15 tahun:
“Suara yang dihasilkan oleh kapal-kapal ini bisa sangat nyaring, dan mereka bisa terasa hingga sangat jauh – suara merambat lebih baik di air daripada di udara.”
Ia menjelaskan bagaimana makhluk-makhluk laut menjadi stres, dan bagaimana hal tersebut berdampak pada mereka seterusnya selama siklus hidup mereka; contohnya adalah bagaimana mereka jadi tidak bisa mengembangkan mekanisme bertahan hidup, dan jadi lebih sedikit berkembang biak.

Terumbu karang yang sehat di Raja Ampat, Februari 2025. Global Witness
Ia mengatakan bahwa ekspansi tamban nikel di Raja Ampat adalah hal yang “sangat menyedihkan”.
“Suara adalah satu aspek yang saya masih punya harapan tentangnya, karena ini adalah polutan yang bisa kita batasi pada tingkat lokal sebagai cara untuk meningkatkan ketahanan koral”, Ia berkata. “Jadi, ini bukan arah perkembangan yang saya harapkan.”
Sophie juga menggarisbawahi bahwa dampak perubahan iklim dan pemutihan koral sudah dirasakan oleh koral-koral yang dulunya kokoh.
Solusi Iklim untuk Siapa?
Pulau Mutus adalah salah satu tempat yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Bila kita mendekat dari laut, putaran datar ini akan terlihat terlalu kecil untuk jadi pulau berpenghuni. Pulau ini berbentuk oval dan luasnya kurang dari 1 km2. Perahu diletakan di susunan blok yang berat, masing-masing seukuran kulkas – benda ini adalah perlindungan untuk lapisan pasir pulau ini yang kian tipis, serta rumah-rumah yang ada tepat di belakangnya.
Pun Nikel adalah kunci dari transisi umat manusia dari ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang merusak iklim, orang-orang di pulau ini tidak mau jadi korban dari upaya dunia untuk meninggalkan bahan bakar karbon.
Pria yang berbicara pada kami mewakili 100 keluarga dan 500 jiwa di pulau tersebut adalah Kepala Adat mereka, Martillus Demarra. Dia lahir di sini dan telah hidup di sini seumur hidupnya.

Martillus Demarra adalah Kepala Adat di Mutus, Februari 2024. Global Witness
“Kami sudah merasakan dampak perubahan iklim”, Ia berkata. “Cuaca tidak bisa diprediksi. Kadang kami dapat ikan lebih, kadang kurang… kalau pemerintah bilang nikel adalah solusi perubahan iklim, kami kira itu aneh.”
Ia percaya bagi orang-orangnya, hal ini hanya akan menciptakan lebih banyak korban.
“Kita harus menentang tambang”, Ia berkata. “Bila sampai terjadi, hilanglah hidup kita-kita ini.”
Ia juga mengatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan narasumber lain di Papua yang kami temui: tidak ada orang satu pun dari pihak perusahaan tambang yang sempat bicara dengan dirinya.

Orang-orang Mutus bergantung pada lautan, Februari 2025. Global Witness
Kami tinggal di pulau-pulau kecil, kami tidak mungkin pakai mobil listrik… Apa kita pakai di sini? Dayung!
Di hari kami berkunjung, kebetulan sedang ada perkumpulan gereja lokal yang sedang terjadi di Mutus. Kami bertemu dengan John Warmasen, seorang pemuka agama lokal. Suaranya nyaris tak terdengar didera bising hujan, namun pesannya jelas:
“Kami tinggal di pulau-pulau kecil, kami tidak mungkin pakai mobil Listrik… Apa kita pakai di sini? Dayung!”
Ia mengatakan bahwa dampak dari tambang pada tanah dan lautan akan “terasa untuk waktu yang sangat lama – ribuan tahun. Ini tidak seperti membalik tangan. Bukan perkara yang kita bisa simsalabim, dan lalu selesai, kembali semula pada esoknya.”
Seperti narasumber lain yang kami temui di Papua, Martillus mengatakan bahwa tidak ada orang satu pun dari pihak perusahaan tambang yang sempat bicara dengan dirinya.
Ia berharap bahwa tambang-tambang yang ada bisa memberikan kesempatan kerja, agar “warga lokal bisa terlibat, jadi mereka merasakan manfaat”. Ia dan Martillus berkata bahwa hanya 3 orang dari Mutus yang bekerja di Pulau Gag.
Sementara itu, untuk tambang-tambang yang baru dibuka, Ia berkata: “Pemerintah harus menghormati hak-hak masyarakat di Raja Ampat. Ini bukan hanya perihal HAM. Ini tentang hak adat dan hak masyarakat asli. Ini bukan masalah masyarakat melawan perusahaan lagi, ini akan jadi perihal masyarakat melawan masyarakat kalau tambang masuk… kalau pemerintah tidak menghormati Hak Adat, akan ada konflik besar.”
Paksaan dan Persetujuan
Max Binur mendirikan organisasi kampanye lingkungan, Belantara Papua.
Dalam sebuah wawancara di kantornya, di Sorong, Max memberitahu kami bahwa dia telah memperhatikan taktik perusahaan tambang dan kayu selama beberapa dekade.
Ia melihat seperti ada model eksekusi di mana mereka akan mencoba untuk memecah masyarakat.
Pada umumnya, kebanyakan masyarakat tidak ingin ada tambang, tapi biasanya ada satu atau dua orang yang “bersepakat dengan perusahaan mengatasnamakan masyarakat, dan memberi mereka izin masuk ke tanah tersebut, meskipun masyarakat secara umum tidak terima.”
Perusahaan kemudian akan “menggunakan aparat negara” untuk “memaksa masyarakat untuk setuju akan masuknya perusahaan ke wilayah mereka.”
Di saat yang bersamaan, menentang dampak pertambangan ini menjadi semakin sulit. Hal ini sebagian karena Omnibus Law yang disahkan tahun 2020, meskipun telah diprotes secara massal di Jakarta dan Lokasi-lokasi lain di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
Omnibus Law dirancang untuk mengembangkan ekonomi melalui deregulasi. Hukum ini menuliskan ulang lebih daripada 70 pasal dan melebarkan konsep “Proyek Strategis Nasional”.
Omnibus Law telah melemahkan prasyarat terhadap perusahaan yang bekerja di Indonesia untuk terdahulu berkonsultasi dengan pihak-pihak yang mungkin terdampak.
Hal ini terjadi meskipun konsep FPIC (PADIATAPA) diakui sebagai sebuah prinsip yang disetujui di tingkat internasional di bawah Deklarasi PBB akan Masyarakat Adat, serta standar-standar Industri yang terpandang seperti IRMA.
RMenanggapi pencabutan izin-izin tambang yang baru terjadi, Max berkata: “Penutupan permanen itu tidak pasti, nanti tentunya akan ada perubahan peraturan di Indonesia. Advokasi kami akan terus berlanjut mendukung penutupan tambang secara permanen di Raja Ampat.”
Saran/Rekomendasi
Global Witness telah bekerja sama dengan Satya Bumi dan Belantara Papua untuk menyusun sebuah daftar saran dan rekomendasi.
Kepada Pemerintah Indonesia
Kebijakan dan Tindakan
- Berikan klarifikasi kenapa Keputusan MK tahun 2024 yang melarang pertambangan di pulau-pulau kecil tidak dipatuhi, dan kenapa batasan wilayah tambang yang diatur dalam UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Daerah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tidak diindahkan
- Segera berhenti menerbitkan izin tambang baru di Papua
- Segera hentikan / tiadakan kegiatan pertambangan di Raja Ampat: tetapkan wilayah tersebut sebagai “no go zone”
- Ulas kembali Pasal 162 dari UU Mineral dan Batu Bara yang memperbolehkan kriminalisasi dan tindak balasan terhadap masyarakat yang membela hak mereka akan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan, sebagaimana diharuskan dalam Resolusi PBB A/RES/76/300
- Pemerintah di regimen wilayah terkait di Papua untuk segera mengakui status Masyarakat Adat secara formal dan memetakan wilayah adat, serta tetapkan Papua Barat[VA1] sebagai wilayah adat untuk melindunginya dari eksploitasi, sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat tahun 2014
Tindakan Restorasi
- Segera bertindak untuk meminimalisir polusi dari kegiatan pertambangan yang sudah ada dengan mengharuskan perusahaan untuk memastikan agar sedimen dari wilayah hutan yang telah gundul tidak masuk ke lautan.
- Segera mencari cara mengatasi kerusakan lingkungan yang telah terjadi; sebagai contoh, dengan menanam kembali area Mangrove di sekitar pulau Gag dan Kawe
- Adakan sebuah audit terbuka tentang kasus-kasus polusi yang dibahas dalam laporan ini dan publikasikan hasil audit tersebut, sesuai dengan UU 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (Pasal 63.1 dan Pasal 71); Peraturan Pemerintah tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (Pasal 527.1 dan Pasal 567 – 570); dan UU MINERBA tahun 2020 (Pasal 96D).
- Bila terbukti melakukan pelanggaran dalam audit, berikan sanksi administratif dan pidana kepada perusahaan-perusahaan nikel di Raja Ampat sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan tahun 2009 dan UU MINERBA tahun 2020.
Tindakan pencegahan dan tindakan masa depan
- Memastikan adanya transparansi tentang ekspansi apa pun di Raja Ampat dan seluruh penjuru Papua Barat, termasuk dalam pemberian izin, membuat data terkait bisa diakses masyarakat, dan menjamin bahwa masyarakat adat mendapatkan kesempatan untuk memberikan PADIATAPA.
- Segera bertindak untuk meminimalisir polusi dari kegiatan pertambangan yang sudah ada dengan mengharuskan perusahaan untuk memastikan agar sedimen dari wilayah hutan yang telah gundul tidak masuk ke lautan.
- Menyediakan data logistik yang jelas akan rute-rute yang diambil untuk mengantar nikel yang ditambang ke situs pengolahan
- Meningkatkan transparansi dan kemudahan menelusuri rantai pasokan di dalam industri nikel dengan mengharuskan penyerahan data oleh semua perusahaan swasta yang terlibat.
- Mengharuskan semua institusi keuangan untuk melakukan uji tuntas lingkungan dan sosial sebelum memutuskan untuk mendanai proyek nikel, sesuai dengan panduan OECD
Kepada Perusahaan Kendaraan Listrik dan Manufaktur Baterai
- Tuntut pemasok Anda untuk berhenti memasok nikel dari Raja Ampat
- Audit sepenuhnya situs-situs tambang beserta proses operasi mereka untuk memastikan penghormatan terhadap lingkungan dan HAM
- Tingkatkan transparansi rantai pasokan dengan menyediakan informasi umum tentang semua perusahaan dalam rantai pasokan Anda yang terlibat dalam pertambangan, pengilangan dan peleburan mineral, serta produksi baterai
- Gunakan posisi Anda sebagai pembeli untuk mengharuskan semua pemasok di tingkat hilir untuk mematuhi syarat Uji Tuntas OECD dan berhenti memasok dari perusahaan-perusahaan yang gagal dalam mencegah atau mengatasi kerusakan lingkungan dan/atau pelanggaran HAM.
- Pastikan bahwa semua pasokan nikel dari Indonesia sepenuhnya patuh terhadap Panduan Mineral yang Bertanggung Jawab oleh OECD, serta Panduan Bisnis dan HAM PBB
- Tunjukan langkah-langkah yang telah diambil untuk memverifikasi bahwa nikel dalam rantai pasokan tidak terkait pada degradasi lingkungan, pelanggaran hak atau perubahan iklim.
Kepada Institusi Keuangan Indonesia, Bank dan Investor/Pemberi Dana dari Luar Negeri
- Sesuai dengan Panduan Prinsip PBB dan Panduan OECD, lakukan Uji Tuntas yang lebih kuat.
- Segera hentikan pendanaan pada proyek-proyek yang melanggar PADIATAPA, atau memiliki catatan kerusakan lingkungan dan sosial yang belum dituntaskan hingga selesainya Uji Tuntas HAM & lingkungan dan asesmen independen, serta dilakukannya penanganan dan ganti rugi yang sesuai.
- Jadikan pemenuhan standar PADIATAPA, EIA dan HAM yang ketat sebagai prasyarat untuk investasi ke depannya
Kelompok Mitra Internasional JETP – (Termasuk UE, AS, Jerman, Jepang, Britania Raya, Perancis)
- Uni Eropa dan mitra JETP lain harus memastikan bahwa tidak ada pendanaan dari Dana Iklim atau rangkaian investasi dari JETP yang digunakan untuk mendukung, atau membantu proyek pertambangan atau peleburan nikel yang ditopang oleh tenaga Batu Bara, merugikan masyarakat adat, atau melanggar safeguard lingkungan. Semua pendanaan yang terkait JETP harus terikat syarat PADIATAPA dan asesmen EIA yang ketat, serta transparansi publik.
- Negara-negara G7 baiknya terlebih dahulu menimbang Hukum di Indonesia sebelum memutuskan untuk menanam modal mengingat peraturan-peraturan yang melindungi lingkungan dan HAM masih lemah
Kepada Komisi Uni Eropa (Dirut Perdagangan)
- Pastikan CEPA apa pun yang dilakukan dengan Indonesia dalam sektor transisi mineral di masa mendatang menunjukkan kepatuhan pada HAM, perlindungan tanah masyarakat adat dan safeguard lingkungan.
- Libatkan pasal-pasal yang bisa ditegakkan tentang Uji Tuntas dan Mekanisme Keluhan dalam rantai pasok untuk mineral penting di bawah CEPA.
- Laksanakan pengawasan CEPA bersama Masyarakat Adat dan CSO. Pastikan ada dialog HAM yang mengikat dan mengharuskan Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki pengelolaan tambang mineral yang strategis.
Pemerintah Tiongkok
- Kementerian Ekologi dan Lingkungan, dan Kementerian Dagang Tiongkok harus memonitor dan membimbing performa ESG perusahaan-perusahaan Tiongkok di luar negeri dengan ketat untuk memastikan kinerja mereka sesuai dengan "Panduan Perlindungan Ekologi dan Lingkungan untuk Kerjasama Penanaman Modal dan Projek Pembangunan di Luar Negeri" (‘Panduan 2022’)
- Jadikan kewajiban bagi perusahaan dan institusi keuangan Tiongkok yang terlibat dalam proyek di luar negeri untuk melaksanakan Uji Tuntas tentang lingkungan, ranah sosial dan HAM yang sesuai dengan prinsip internasional dan standar Praktik Terbaik, seperti Panduan oleh UNGP dan OECD
- Wajibkan perusahaan yang menanam modal di luar negeri untuk mengadakan mekanisme komunikasi dan keluhan dengan masyarakat untuk menegakkan prinsip PADIATAPA.
Read this page in