Bagian kedua dari penyelidikan kami terhadap industri batu bara Indonesia berfokus pada pertanyaan-pertanyaan serius mengenai transaksi bisnis Luhut Pandjaitan, salah satu pejabat penting di Indonesia.
Baca laporankami selengkapnya: Pengalihan Uang Batu Bara Indonesia: Bagian 2 (pdf, 1810KB)
Mantan jenderal, diplomat dan pengusaha yang telah menjadi penasihat senior pemerintahan dan seorang menteri kordinator, Luhut Pandjaitan, adalah sahabat dekat Presiden Joko Widodo, dan saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.
Hingga November 2016, Luhut Pandjaitan memiliki mayoritas saham pada perusahaan batu bara Toba Bara Sejahtra, yang dijualnya dengan harga yang tak diungkapkan kepada publik.
Kami
menguraikan
pertanyaan lain terkait penjualan ini: bagaimana identitas para pembeli saham ini
tersembunyi di balik perusahaan pengelola dana (trust company) di Singapura.
Temuan
utama dari penyelidikan kami
Siapa
pembeli perusahaan dan berapa harganya?
Pada tahun 2016, Luhut Pandjaitan adalah pemegang mayoritas saham dari perusahaan terbatas Indonesia bernama Toba Sejahtra.
Perusahaan itu memiliki 72% perusahaan tambang batu bara Indonesia bernama Toba Bara Sejahtra (Toba Bara), yang memiliki tambang batu bara di Kalimantan, dan membangun dua pembangkit listrik bertenaga batu bara di Sulawesi.
Pada 9 November 2016, Toba Sejahtra setuju untuk menjual hampir 62% saham Toba Bara ke perusahaan Singapura bernama Highland Strategic Holdings. Highland dikuasai oleh perusahaan Singapura lainnya, Watiga Trust, yang bertindak sebagai wakil untuk pemilik akhir Toba Bara.
Wajar untuk bertanya siapa pemilik akhir Highland Strategic Holdings yang membeli mayoritas saham di Toba Bara dari Luhut Pandjaitan, dan berapa harganya.
Namun ketika kami menulis surat kepada Luhut Pandjaitan, Toba Bara Sejahtra dan Watiga Trust untuk bertanya mengenai hal ini, mereka semua tidak menjawab.
Mengapa
pertanyaan-pertanyaan ini penting
Kami tidak tahu seberapa besar nilai yang didapat Luhut Pandjaitan dari penjualan saham Toba Bara. Bisa diasumsikan bahwa nilainya barangkali mencapai puluhan juta dolar. Kami juga tidak tahu kepada siapa dia menjual perusahaannya.
Kedua fakta ini menimbulkan pertanyaan tak terjawab, khususnya berkaitan dengan kepentingan public, karena Luhut Pandjaitan merupakan seorang pejabat tinggi di pemerintahan.
Fakta
ini juga menyoroti mengapa hal ini dapat menciptakan risiko bagi investor.
Risiko bagi investor?
Laporan ini, seperti laporan lainnya dalam rangkaian investigasi kami ke dalam sektor batu bara Indonesia, menampilkan perusahaan lepas pantai di tengah-tengah transaksi senilai jutaan dolar. Dalam hal ini, kepemilikan akhirnya yang tidak jelas meninggalkan pertanyaan tak terjawab tentang urusan bisnis yang melibatkan pejabat senior di Indonesia.
Laporan ini juga menekankan, agar dapat membuat keputusan yang sehat dan bertanggungjawab, para investor perlu mengetahui para pemilik akhir perusahaan yang berurusan dengan mereka dan rekam jejak para pemilik itu.
Ini juga penting sehingga para para investor dapat mengelola segala jenis risiko — baik risiko keuangan maupun non-keuangan, seperti risiko hukum dan reputasi.
Laporan ini juga menyoroti bagaimana sebagian besar laba dari perusahaan batu bara Indonesia bisa mengalir ke lepas pantai.Anda juga mungkin suka
-
Pusat Kampanye Pengalihan Uang Batu Bara Indonesia
Investigasi kami terhadap beberapa perusahaan batu bara Indonesia menemukan penggunaan perusahaan lepas pantai tak dikenal untuk mengalihkan miliaran Rupiah ke luar negeri. -
Ringkasan Bagian 1: Sandiaga Uno dan transaksi lepas pantai Berau Coal
Salah satu politisi terkenal Indonesia Sandiaga Uno mungkin telah mengambil keuntungan dari pembayaran yang dilakukan oleh salah satu perusahaan batu bara terbesar Indonesia ke perusahaan lepas pantai tak dikenal. -
Rilis pers Calon wakil presiden Republik Indonesia Sandiaga Uno dihubungkan dengan pembayaran sejumlah jutaan dollar yang dipindahkan dari perusahaan Indonesia ke perusahaan lepas pantai tak dikenal
Laporan baru menghubungkan Sandiaga Uno kepada pembayaran sejumlah sekurangnya US$43 juta dari sebuah perusahaan batu bara Indonesia, Berau Coal, kepada sebuah perusahaan lepas pantai di Seychelles.